Sembari tersenyum, pencari hikmah bergumam 'ternyata benar hanya Dia
yang tidak pernah meninggalkanku dan selalu menyayangiku di manapun,
bagaimanapun, dan sampai kapanpun'.
29 Maret 2009
28 Maret 2009
Memiliki Kehilangan
Yups, judul postingan ini sama persis dengan judul lagunya grup band Letto. Harus saya akui, grup band yang satu ini merupakan salah satu band yang saya suka. Bukan hanya karena aransemen musiknya yang mendayu-dayu dengan melodi yang menarik hati, ketertarikan saya pada band yang vokalisnya merupakan putra dari budayawan Emha Ainunnajib ini lebih disebabkan oleh dalamnya makna dari tiap lirik lagunya. Dan Memiliki Kehilangan merupakan salah satu lagu yang liriknya sangat dalam sehingga mau tidak mau pada saat mendengarnya ada secercah kesadaran religius yang muncul di benak saya.
Kalau Anda juga penggemar Letto, saya yakin Anda hafal lirik lagu ini. Namun, jika Anda bukan salah satu penggemar Letto, akan tetapi penasaran seperti apa liriknya, saya mohon maaf yang sebesar-besarnya karena saya tidak akan menuliskannya di sini. Lho kok? Iya, saya tidak akan menuliskannya di sini karena hanya akan mengurangi porsi inti tulisan. Lagian, jika Anda benar-benar ingin mengetahuinya cukup Anda cari di Google. Gampang tho?
Cukup sudah uraian mengenai keterkaitan postingan kali ini dengan grup band Letto. Kini, tibalah saatnya saya mengulas sedikit tentang topic tulisan kali ini, yakni kehilangan. Benar, saya terdorong untuk menuliskan hal ini karena saya sedang merasa sangaaaaat kehilangan. Bukan harta benda atau pekerjaan. Bukan pula harga diri atau wibawa. Saya hanya sedang kehilangan separuh dari jiwa saya. Iya, saat ini saya hanya hidup dengan separuh jiwa. Separuhnya lagi entah terbang dan hilang ke mana. Yang jelas, saat saya membuat tulisan ini, jiwa saya tinggal separo. Atau kalau mau didramatisir, saya bahkan tidak yakin kalo jiwa yang saat ini bersama saya tinggal separo. Mungkin saja lebih kecil dari itu. Terdengar dilebih-lebihkan ya? Biarin, yang penting saya jujur dengan apa yang saat ini sedang saya rasakan. Nyawa saya memang masih ada. Akan tetapi, jiwa saya tidak lagi sepenuhnya bersama saya.
Karena itulah, saya merasa kehilangan. Seperti kata Letto bahwa kita hanya akan merasa kehilangan jika pernah merasa memiliki, begitu pula yang terjadi dengan saya. Saya merasa saat ini separoh jiwa saya hilang, karena dulu saya pernah merasakan penuhnya jiwa bersama seseorang. Terdengar norak ya? Sekali lagi biarin. Saya hanya ingin menyampaikan apa yang saat ini sedang saya rasa. Jika ada di antara Anda yang menganggap tulisan ini gombal semata, dengan senang hati saya mempersilahkan Anda untuk tidak melanjutkan membaca. Toh pada postingan berjudul Disclaimer saya sudah menyatakan bahwa blog ini akan menjadi tempat dimana saya akan mencurahkan segala yang saya rasa. Jadi, pliss jangan protes.
Baiklah, mari kita lanjutkan. Jujur, kehilangan yang saya rasakan benar-benar mempengaruhi kehidupan saya. Kalau Anda mengamati dengan cermat blog ini, tanpa perlu saya beritahukanpun saya yakin Anda tahu bahwa blog ini juga terpengaruh oleh keadaan saya. Hitunglah, selama kurun waktu 9 bulan terhitung mulai bulan Juli 2008 sampai bulan Maret 2009 ini berapa banyak tulisan yang sudah saya buat dan saya posting di blog ini. Tidak banyak. Rata-rata dalam satu bulan saya hanya memposting dua tulisan. Bisa dilihat, dalam beberapa bulan saya bahkan tidak memposting satupun tulisan.
Melihat itu, apakah Anda merasa penasaran? Iya, memang selama kurun waktu yang telah saya sebutkan di atas, saya sedang sangat sibuk. Banyak pekerjaan dan urusan yang harus saya selesaikan. Namun, bukan itu inti persoalannya. Saya tidak memposting tulisan bukan karena kesibukan saya, akan tetapi lebih karena pikiran saya yang kalut. Saya yakin Anda bertanya “kalut kenapa?” Saat itu saya kalut karena sedang menghadapi persoalan yang jelas-jelas akan membuat saya kehilangan seseorang. Seseorang ini bukan saudara, teman, atau kolega. Seseorang itu adalah perempuan yang telah menjadi bagian dari jiwa saya selama kurang lebih lima tahun terakhir. Bayangkan bagaimana rasanya menghadapi persoalan yang Anda tahu akan membuat Anda kehilangan belahan jiwa. Rasanya sungguh pedih, perih, dan menyesakkan.
Kalau saja saya adalah orang lain yang easy going mungkin persoalan itu tidak akan begitu berpengaruh pada hidup saya. Kalau saja saya adalah cowok playboy yang suka mempermainkan perempuan demi kesenangan sesaat, mungkin masalah itu justru akan membuat saya happy. Sayangnya, saya bukan termasuk dari dua golongan di atas. Saya adalah tipe lelaki yang memikirkan segala sesuatu secara mendalam sehingga persoalan waktu itu benar-benar membuat saya oleng. Saya juga bukan termasuk playboy sehingga persoalan yang akan memisahkan saya dengan belahan jiwa sama sekali tidak memberi sedikitpun kesenangan. Hanya kepedihan. Iya, hanya kepedihan yang saya rasakan saat itu.
Akibat kepedihan yang saya rasa itu, pikiran saya menjadi kalut. Seperti yang bisa Anda tebak, kekalutan itu membuat saya jadi linglung otak. Karena otak yang menjadi linglung, semangat kerja, semangat menulis, dan semangat belajar saya menguap. Karena itulah, selama kurun waktu yang sudah saya sebutkan di atas, blog ini seperti blog yang sudah tidak terurus dan sudah ditinggalkan oleh pemiliknya. Saya sadar itu justru merugikan saya. Akan tetapi, sungguh segala usaha yang saya lakukan untuk membangkitkan kembali semangat hidup saya sia-sia belaka. Saat inipun, saat saya menulis ini, semangat hidup saya belum kembali. Luka saya masih menganga. Terkadang, bahkan luka itu terasa disiram cuka manakala saya merindukan belahan jiwa (dan ini terjadi hampir tiap saat) dan mendapati bahwa dia seolah tak lagi peduli dan tengah membangun mimpi-mimpinya sendiri.
Kalau Anda juga penggemar Letto, saya yakin Anda hafal lirik lagu ini. Namun, jika Anda bukan salah satu penggemar Letto, akan tetapi penasaran seperti apa liriknya, saya mohon maaf yang sebesar-besarnya karena saya tidak akan menuliskannya di sini. Lho kok? Iya, saya tidak akan menuliskannya di sini karena hanya akan mengurangi porsi inti tulisan. Lagian, jika Anda benar-benar ingin mengetahuinya cukup Anda cari di Google. Gampang tho?
Cukup sudah uraian mengenai keterkaitan postingan kali ini dengan grup band Letto. Kini, tibalah saatnya saya mengulas sedikit tentang topic tulisan kali ini, yakni kehilangan. Benar, saya terdorong untuk menuliskan hal ini karena saya sedang merasa sangaaaaat kehilangan. Bukan harta benda atau pekerjaan. Bukan pula harga diri atau wibawa. Saya hanya sedang kehilangan separuh dari jiwa saya. Iya, saat ini saya hanya hidup dengan separuh jiwa. Separuhnya lagi entah terbang dan hilang ke mana. Yang jelas, saat saya membuat tulisan ini, jiwa saya tinggal separo. Atau kalau mau didramatisir, saya bahkan tidak yakin kalo jiwa yang saat ini bersama saya tinggal separo. Mungkin saja lebih kecil dari itu. Terdengar dilebih-lebihkan ya? Biarin, yang penting saya jujur dengan apa yang saat ini sedang saya rasakan. Nyawa saya memang masih ada. Akan tetapi, jiwa saya tidak lagi sepenuhnya bersama saya.
Karena itulah, saya merasa kehilangan. Seperti kata Letto bahwa kita hanya akan merasa kehilangan jika pernah merasa memiliki, begitu pula yang terjadi dengan saya. Saya merasa saat ini separoh jiwa saya hilang, karena dulu saya pernah merasakan penuhnya jiwa bersama seseorang. Terdengar norak ya? Sekali lagi biarin. Saya hanya ingin menyampaikan apa yang saat ini sedang saya rasa. Jika ada di antara Anda yang menganggap tulisan ini gombal semata, dengan senang hati saya mempersilahkan Anda untuk tidak melanjutkan membaca. Toh pada postingan berjudul Disclaimer saya sudah menyatakan bahwa blog ini akan menjadi tempat dimana saya akan mencurahkan segala yang saya rasa. Jadi, pliss jangan protes.
Baiklah, mari kita lanjutkan. Jujur, kehilangan yang saya rasakan benar-benar mempengaruhi kehidupan saya. Kalau Anda mengamati dengan cermat blog ini, tanpa perlu saya beritahukanpun saya yakin Anda tahu bahwa blog ini juga terpengaruh oleh keadaan saya. Hitunglah, selama kurun waktu 9 bulan terhitung mulai bulan Juli 2008 sampai bulan Maret 2009 ini berapa banyak tulisan yang sudah saya buat dan saya posting di blog ini. Tidak banyak. Rata-rata dalam satu bulan saya hanya memposting dua tulisan. Bisa dilihat, dalam beberapa bulan saya bahkan tidak memposting satupun tulisan.
Melihat itu, apakah Anda merasa penasaran? Iya, memang selama kurun waktu yang telah saya sebutkan di atas, saya sedang sangat sibuk. Banyak pekerjaan dan urusan yang harus saya selesaikan. Namun, bukan itu inti persoalannya. Saya tidak memposting tulisan bukan karena kesibukan saya, akan tetapi lebih karena pikiran saya yang kalut. Saya yakin Anda bertanya “kalut kenapa?” Saat itu saya kalut karena sedang menghadapi persoalan yang jelas-jelas akan membuat saya kehilangan seseorang. Seseorang ini bukan saudara, teman, atau kolega. Seseorang itu adalah perempuan yang telah menjadi bagian dari jiwa saya selama kurang lebih lima tahun terakhir. Bayangkan bagaimana rasanya menghadapi persoalan yang Anda tahu akan membuat Anda kehilangan belahan jiwa. Rasanya sungguh pedih, perih, dan menyesakkan.
Kalau saja saya adalah orang lain yang easy going mungkin persoalan itu tidak akan begitu berpengaruh pada hidup saya. Kalau saja saya adalah cowok playboy yang suka mempermainkan perempuan demi kesenangan sesaat, mungkin masalah itu justru akan membuat saya happy. Sayangnya, saya bukan termasuk dari dua golongan di atas. Saya adalah tipe lelaki yang memikirkan segala sesuatu secara mendalam sehingga persoalan waktu itu benar-benar membuat saya oleng. Saya juga bukan termasuk playboy sehingga persoalan yang akan memisahkan saya dengan belahan jiwa sama sekali tidak memberi sedikitpun kesenangan. Hanya kepedihan. Iya, hanya kepedihan yang saya rasakan saat itu.
Akibat kepedihan yang saya rasa itu, pikiran saya menjadi kalut. Seperti yang bisa Anda tebak, kekalutan itu membuat saya jadi linglung otak. Karena otak yang menjadi linglung, semangat kerja, semangat menulis, dan semangat belajar saya menguap. Karena itulah, selama kurun waktu yang sudah saya sebutkan di atas, blog ini seperti blog yang sudah tidak terurus dan sudah ditinggalkan oleh pemiliknya. Saya sadar itu justru merugikan saya. Akan tetapi, sungguh segala usaha yang saya lakukan untuk membangkitkan kembali semangat hidup saya sia-sia belaka. Saat inipun, saat saya menulis ini, semangat hidup saya belum kembali. Luka saya masih menganga. Terkadang, bahkan luka itu terasa disiram cuka manakala saya merindukan belahan jiwa (dan ini terjadi hampir tiap saat) dan mendapati bahwa dia seolah tak lagi peduli dan tengah membangun mimpi-mimpinya sendiri.
Langganan:
Postingan (Atom)