10 Maret 2011

Menciptakan Kebahagiaan

Siapa sih di dunia ini yang tidak ingin hidup bahagia? Saya yakin tidak ada satu orang pun yang akan mengacungkan jarinya jika pertanyaan itu diajukan pada mereka. Sebab memang tidak ada satu orang pun di dunia ini yang mengharapkan hidup dalam kesengsaraan. Bahkan seorang sufi pun tidak pernah menginginkan menjalani kehidupan yang penuh kesengsaraan. Mungkin mereka hidup dalam kepapaan. Tapi meski dalam keadaan seperti itu mereka tetap mengejar kebahagiaan. Hanya saja kebahagiaan yang mereka kejar memang beda dari yang dikejar oleh orang awam seperti kita.

Meski semua orang ingin hidup bahagia, toh kenyataan yang terjadi di dunia ini sering kali tidak sama seperti yang diimpikan. Seringkali kita justru hidup dalam penderitaan. Seringkali yang kita ingini tidak terwujud. Seringkali pula usaha yang kita lakukan untuk mencapai kebahagiaan tidak membawa kita pada keadaan yang kita tuju. Dan tentu saja itu bukan dunia hayal. Hal yang semacam itu memang bisa terjadi dan memang sering terjadi.

Nah, yang menjadi masalah bagi kita bukanlah tidak terwujudnya impian kita. Yang justru menyakiti kita dan seringkali membuat kita terpuruk justru adalah sikap negatif kita menghadapi kegagalan. Sikap inilah yang memperparah dan menyakiti kita. Misalnya, saat kita ingin tulisan kita dimuat di surat kabar dan kenyataannya tulisan kita dianggap belum memenuhi kriteria untuk dimuat, ada sebagian kita yang tidak terpengaruh oleh kenyataan itu. Mereka tetap terus rajin menulis. Kegagalan untuk dimuat tidak menjadikan mereka patah arang. Akan tetapi, bagi beberapa orang lainnya, kegagalan semacam itu bisa benar-benar membuat mereka berhenti menulis. Mereka tidak menganggap kegagalan yang mereka alami sebagai sesuatu yang lumrah dan biasa terjadi. Mereka menyakiti diri mereka sendiri, mungkin dengan mengatakan pada diri mereka sendiri bahwa memang mereka tak memiliki bakat menulis sehingga sampai kapanpun mereka mencoba mengirimkan artikel, tidak akan ada satupun tulisan mereka yang akan dimuat di surat kabar.

Di antara dua orang di atas, tentu bisa dilihat siapa yang menjalani hidup bahagia dan yang mengalami penderitaan hidup. Meskipun sama-sama gagal, orang pertama tetap bahagia. Mereka tidak menganggap kegagalannya sebagai akhir dari segala-galanya. Mereka tetap hidup dengan optimis. Sementara itu, riwayat orang kedua sudah tamat saat kegagalan menjemput mereka karena mereka memang berpikir bahwa dengan kegagalan itu mereka sudah tamat.