26 Agustus 2008

Introspeksi

Maaf, postingan kali ini tidak akan panjang. Tapi, meski pendek insyaAllah ini ada gunanya. Berguna bagi saya dan berguna bagi Anda sekalian. Hanya saja, saya jamin ini tidak akan berguna kalau mata hati Anda sudah tertutup. Karena saya yakin hati kita semua tidak buta, maka kita akan mendapat manfaatnya.

Apa sih?
Tidak ada apa-apa. Saya hanya ingin bertanya pada diri sendiri (saya harap Anda pun menanyakannya pada diri Anda sendiri).

Apakah kita benar-benar sayang pada seseorang saat keinginan kita pada orang itu tak terturuti kemudian kita marah kepadanya?

Masih abstrak ya? Oke dech saya buat contoh konkrit saja...

Well, kalau Anda adalah orang tua dari anak-anak Anda sendiri, apakah Anda bisa dikatakan benar-benar sayang pada anak Anda jika mereka (anak Anda) punya keinginan yang berbeda dari keinginan Anda dan Anda marah karenanya?

Atau, apakah Anda masih bisa mengklaim diri Anda orang tua yang benar-benar menyayangi anak Anda jika Anda memaksa (benar-benar memaksa) anak Anda untuk menikah dengan pilihan Anda sementara dia sudah punya pilihan sendiri?

Ah, sungguh tidak masuk akal Anda bisa mengklaim diri sebagai orang tua yang menyayangi anak Anda jika bahkan pilihannya pun tidak Anda hormati. Mungkin Anda merasa bahwa dalam segala hal pilihan Anda jauh lebih baik dari pada pilihan anak Anda. Akan tetapi, jika anak Anda tidak menyukainya dan kemudian Anda tetap memaksa apalagi tanpa mau tahu seperti apa pilihan anak Anda, maka sungguh Anda tidak pantas, dan tidak layak menyebut diri Anda orang tua yang menyayangi anak Anda.

Kalau Anda beralasan bahwa ini demi kebahagiaannya, bahwa anak Anda pasti akan bahagia menikah dengan orang yang sudah mapan, taat beragama, terpandang, dan predikat baik lainnya yang mungkin benar ada pada calon pilihan Anda itu, maka saya yakin Anda perlu introspeksi. Coba renungkan kembali apakah semua predikat itu untuk kebahagiaan anak Anda ataukah demi kehormatan Anda. Karena, jika bagi Anda kebahagiaan anak Anda yang utama (bukan kehormatan Anda sendiri) maka Anda sebagai orang tua pasti rela mengorbankan apapun termasuk kehormatan Anda.

Maka, wahai para orang tua, introspeksi sikap Anda. Meskipun Anda orang terpandang, bahkan kyai sekalipun, Anda masih juga manusia yang penuh nafsu di dalam diri.

Akhir kata, bukti cinta yang sebenarnya adalah pengorbanan. Hanya mereka yang berani mengorbankan kepentingan sendiri lah yang layak disebut benar-benar mencintai. Dan, di antara pengorbanan terbesar adalah mengorbankan rasa cinta. Maka, demi cinta saya pun akan rela mengorbankan rasa cinta ini.....

Bagi mereka yang merasa mencintai dan menyayangi orang lain padahal sebenarnya mereka hanya menyayangi diri mereka sendiri, hanya ada satu kata: SADARLAH...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Informasi Pilihan Identitas:
Google/Blogger : Khusus yang punya Account Blogger.
Lainnya : Jika tidak punya account blogger namun punya alamat Blog atau Website.
Anonim : Jika tidak ingin mempublikasikan profile anda (tidak disarankan).