Rasanya kita semua memang selalu menginginkan apa yang tidak kita miliki. Dan setelah medapatkan yang kita inginkan itu, seringkali kita menyesalinya. Atau, kita tidak puas dengan apa yang didapatkan dan mengharapkan yang lebih dari yang sekarang bisa kita raih.
Dalam kasus saya, saya juga tidak hanya sekali dua kali mengharapkan sesuatu akan tetapi kemudian saat yang saya harapkan itu bisa saya raih, eh malah sesal yang saya rasa. Selain kasus kumis plus jenggot, ketika masih kecil juga pernah berharap untuk memakai kaca mata kelak jika sudah besar. Waktu itu, di mata saya, kaca mata merepresentasikan intelektualitas seseorang. Maka, jika orang berkacamata adalah orang yang intelek dan cerdas. Sedangkan orang yang tanpa kaca mata adalah orang-orang biasa.
Tentu saja, pandangan saya tentang pengaitan antara kaca mata dengan intelektualitas ini tidak tumbuh dengan serta merta. Ada sesuatu yang mendorong saya untuk berpikir demikian. Pendorong lahirnya pendapat semacam itu adalah tontonan di televisi yang selalu menempatkan dan mengidentikkan kaca mata dengan kecerdasan. Oh ya, dulu saya suka menonton “Oh, I Shrunk the Kid”. Kalau Anda termasuk penggemar atau setidaknya pernah menonton film ini tentu Anda tahu bahwa di situ ada satu karakter jenius yang penggambarannya adalah seorang anak berkaca mata, tebal lagi. Yah, sepertinya film ini ikut membentuk pendapat saya tentang hubungan kecerdasan dengan kaca mata.
Memang tidak hanya satu film ini. Banyak tayangan lain di televisi yang menggambarkan orang cerdas dengan cara yang sama, yakni memakai kaca mata. Bahkan, di majalah-majalah, koran, dan Tabloid pun, kecerdasan senantiasa divisualisasikan dengan kaca mata. Ya, kalau Anda belum percaya, coba tonton film-film tentang anak-anak jenius atau bukalah tabloid anak-anak dengan tema yang sama. Saya jamin Anda akan menemukan seperti yang saya gambarkan.
Itu hal pertama yang mempengaruhi saya. Adapun alasan kedua saya waktu itu berharap untuk menggunakan kaca mata adalah penilaian saya akan penampilan orang-orang berkaca mata. Ya, saya menganggap pemakai kaca mata kelihatan jauh lebih good looking atau lebih enak dipandang mata ketimbang orang-orang yang tidak berkaca mata. Tentu saja, kriteria good lookingness ini tidak mencakup semua pemakai kaca mata. Mereka yang kata matanya terlalu tebal, yang di tempat saya dulu sering disebut tesmak tidak masuk kategori good looking meski mereka berkaca mata. Hanya mereka yang kaca mata tidak menunjukkan kekurangan pada matanya saja lah yang terlihat semakin menarik dengan kaca mata bertengger di atas hidungnya.
Dan, harapan saya memang menjadi kenyataan. Ketika duduk di bangku kuliah, saya seringkali tidak bisa mencatat yang dituliskan dosen hanya karena tempat duduk saya tidak terdepan. Awalnya, saya mengira memang tulisan dosen tersebut yang terlalu kecil dan kurang bagusnya pencahayaan yang membuat tulisan dosen tidak terlihat. Akan tetapi, lama kelamaan saya menyadari bahwa ada sesuatu yang salah dengan mata saya. Setelah diperiksa, benar lah bahwa mata saya min. Tidak terlalu banyak sih, tapi sudah harus memakai kaca mata kalau ingin memandang segala sesuatunya dengan lebih jelas.
Maka, sejak saat itu saya harus menggunakan kaca mata. Awalnya, kebahagiaan jelas-jelas saya rasakan. Bagaimana tidak bahagia, lha wong saya meraih apa yang selama ini saya harapkan. Saya juga bahagia karena ternyata setelah begitu lama melihat dunia yang tidak begitu jelas, kini saya bisa menyaksikan sekeliling saya yang terang benderang. Rumput di lapangan terlihat begitu hijau, padahal sebelumnya rumput itu sama sekali tidak menarik perhatian saya. Ya, awalnya saya sangat bahagia.
Tapi yang terjadi kemudian, setelah berselang cukup lama, barulah saya menyadari bahwa dengan memakai kaca mata, saya sekian persen kemerdekaan saya terenggut. Yah, setidaknya saya tidak bisa lagi menonton TV dengan tiduran. Karena jika saya melakukannya, maka mata saya akan terasa sedikit sakit. Selain itu, jika saya naik sepeda dan kebetulan hujan turun, maka saya harus siap-siap berulang kali menyeka dan membersihkan kaca mata saya agar pandangan menjadi cerah dan jelas kembali.
Apa boleh buat, sekarang tanpa kaca mata saya tidak bisa beraktifitas dengan baik. Maka, meski kebebasan sedikit terenggut, kaca mata saya ini sedikit banyak telah juga memberikan sesuatu yang dulu pernah hilang, yakni pandangan dan pemandangan yang cerah dan jelas.
Setidaknya dua keinginan saya terkabul meski kemudian agak saya sesali. Maka, saya tidak akan lagi membuat keinginan seenak hati. Takut kelak menyesal lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Informasi Pilihan Identitas:
Google/Blogger : Khusus yang punya Account Blogger.
Lainnya : Jika tidak punya account blogger namun punya alamat Blog atau Website.
Anonim : Jika tidak ingin mempublikasikan profile anda (tidak disarankan).