Dulu, saat-saat yang paling dinanti (setidaknya di kampung saya saat itu) adalah malam minggu. Jika saat-saat itu datang, hampir semua orang (kecuali yang sedang banyak hutang tentunya) merasakan suasana lain yang akan membuat mereka gembira. Karena jika hari sabtu mulai menjelang malam dan malam minggu mulai datang, maka hiburan yang sudah dinantikan selama satu minggu akan segera bisa dilihat. Dan ah! kecewa sekali rasanya jika setelah kita menunggu begitu lama tiba-tiba pada jam setengah sepuluh malam setelah dunia dalam berita ada laporan khusus tentang kunjungan presiden di suatu daerah. Kenapa? Karena itu artinya hiburan yang sudah kita harapkan kemungkinan tidak akan ditayangkan (apalagi kalau acara laporan khusus itu memakan waktu lama, dan biasanya memang demikian).
Nah, kalau anda termasuk penonton setia TVRI jaman itu, anda pasti tahu acara apa yang saya sebut sebagai hiburan. Tepat! Aneka Ria Safari....
Di acara ini disuguhkan acara musik baik live maupun klip. Dan, ini yang penting, musik yang ditayangkan dalam acara ini adalah musik dangdut. Dan jika acara ini telah dimulai dan musik dangdut mulai bergema, maka telinga kita (atau kami lah) akan begitu khusuk mendengarkan dan mata kita akan penuh konsentrasi memandangi layar televisi meski masih hitam putih. Kenapa lagi? Ya, karena saat itu musik dangdut merupakan musik yang paling digemari oleh penduduk Indonesia (kalau tidak tentu TVRI akan menayangkan musik lainnya yang bukan dangdut). Maka mendengarkan alunan gendang dan tiupan seruling sembari dilengkapi suara syahdu sang biduan mampu membuat kami semua terlena akan masalah yang dihadapi.
Oke, oke. Itu memang dulu. Sekarang dangdut tidak lagi menjadi idola dan artis dangdut pun tidak lagi menjadi pujaan. Yang saat ini digemari adalah musik pop dan yang dipuja adalah band aliran bukan dangdut. Generasi saat ini tidak saja tidak menyukai dangdut, lebih buruk dari itu mereka antipati pada musik satu ini. Salahkah mereka? Tentu saja tidak. Mereka sama sekali tidak bisa disalahkan untuk tidak tertarik pada musik mirip musik India ini. Yang justru harus dipersalahkan akan kondisi yang demikian adalah musisi dangdut sendiri. Mereka patut dipersalahkan dan dikambinghitamkan atas menurunnya animo masyarakat pada musik dangdut karena setidaknya mereka telah melakukan empat kesalahan:
Pertama, musisi dangdut jarang melakukan inovasi. Tentu saja yang saya maksud inovasi bisa berarti apa saja mulai dari inovasi penampilan, inovasi warna vokal, inovasi lirik, inovasi warna musik, dan inovasi-inovasi yang lainnya. Karena kurangnya inovasi ini, dari dulu musik dangdut ya seperti itu saja. Tidak berubah. Cara memukul gendang juga tidak ada bedanya antara dulu dan sekarang. Contoh lain, sedari dulu yang namanya dangdut itu ya dinyanyikan oleh seorang biduan dan diiringi kelompok orkes. Sampai sekarangpun masih begitu. Seorang biduan tetap menjadi sentral penampilan sedangkan grup orkes hanya mengiringi saja dan kehadirannya sebagai grup (jika tanpa biduan) jarang sekali ditunggu-tunggu.
Bandingkan saja misalnya dengan musik pop. Di awal tahun 90-an musik ini masih belum begitu banyak digemari oleh penikmat musik tanah air. Akan tetapi, hanya dalam waktu dua puluh tahun (dihitung dari tahun 90), kini pop didengarkan hampir oleh seluruh generasi muda Indonesia. Kenapa bisa demikian? Karena inovasi yang terjadi di komunitas musik pop (dan rock) sangat bervariasi. Jenis lirik sangat beragam, warna musik amat berbeda, dan penampilan juga tidak sama. Di dalam masyarakat pop kelompok musik tidak lagi hanya berperan mengiringi. Mereka kini telah mampu menjadi pemeran utama dalam pertunjukan musik Kelompok musik seperti itu yang kini dikenal dengan sebutan band sekarang berjumlah sangat banyak dan bahkan mungkin lebih banyak dari biduan pop solo. Dan semakin banyak adanya band, perkembangan musik pop dan rock pun berkembang semakin pesat.
Sementara itu, di lingkar musik dangdut, warna musik tetap begitu-begitu saja. Ditambah lagi, kelompok musik dari dulu hingga kini tetap hanya menjadi pengiring (kecuali grup Sonetanya Bang Haji Rhoma Irama tentu saja :D) dengan keadaan yang tanpa inovasi seperti ini wajar saja kalau jumlah penggemar musik dangdut semakin hari semakin menyusut dan kini hampir punah.....
(sssttt, mau tau apa kesalahan lain yang dilakukan oleh musisi dangdut sehingga musik mereka tidak lagi digemari? Tunggu saja postingan berikutnya....)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Informasi Pilihan Identitas:
Google/Blogger : Khusus yang punya Account Blogger.
Lainnya : Jika tidak punya account blogger namun punya alamat Blog atau Website.
Anonim : Jika tidak ingin mempublikasikan profile anda (tidak disarankan).