Halo-halo-halo, jumpa lagi dengan saya the wisdom seeker (he..he..he.., jujur ini ikutan tetangga sebelah saya. Tapi, bagus juga ya. Oke lah, kalo gitu saya akan menggunakan nama ini sebagai alternative nama Indonesia saya). Dan bersama saya anda tentu akan dibawa menyusuri lorong-lorong gelap untuk menemukan sedikit cahaya (ternyata saya bisa puitis juga ya…). Awas, kalau tidak hati-hati di lorong-lorong ini bukannya dapat cahaya bisa jadi anda malah tersesat.
Baiklah, topik hikmah kali ini masih tidak beranjak jauh dari posting kemarin. Tentang penulis tetralogi Laskar Pelangi? Bukan. Bukan tentang si Ikal. Sekarang ini saya tidak ingin mengganggu ketenangan mas Andrea. Dia lagi banyak job. Jadi, biarlah mas Andrea menyelesaikan pekerjaannya dengan baik. Semoga juga kantongnya makin tebal sehingga mimpinya untuk tinggal di desa tertinggi di dunia bisa segera terwujud. Anda mau kan berdoa untuk dia? Well, kalau demikian pada hitungan ketiga kita ucapkan amin bersama-sama. Satu… dua…tiga… AMIEN!
Nah, kali ini saya akan membicarakan tokoh satunya dari posting kemarin. Siapa lagi kalau bukan Bang Haji Rhoma Irama. Mumpung beliau lagi sepi tontonan dan popularitasnya makin menurun karena usianya yang memang sudah tidak muda serta gara-gara Inul dan mantan istri barunya (betul lho, popularitas Bang Haji mulai redup setelah kasus goyang ngebor Inul Daratista dulu itu dan diperparah sama kasus yang di Indonesia ini masih sangat rawan, POLIGAMI, apalagi yang sembunyi-sembunyi dan terkuak, oleh infotainment lagi). Namun, meskipun demikian, walaupun begitu, however (pilih salah satu saja ya...), bagi saya bang Haji tetaplah seorang idola. Kenapa demikian? Jawaban singkat saya: karena kualitasnya. Maka biar anda tidak penasaran, akan segera saya ulas masalah bang Haji ini setelah jeda baris berikut ini. Jangan ke mana-mana. Tetaplah di tempat duduk anda karena sebentar lagi anda akan melihat sisi lain dari this one and only King of Dangdut.
All right, biar saya mulai. Jujur saja, jika mendengar nama Rhoma Irama apa yang terlintas di benak anda pada satu detik pertama? Dangdut! Masuk akal. Soneta! Sangat bisa diterima. Inul Daratista! Wah yang ini pasti baru kenal sama bang Haji nih. Tapi nggak papa. Yang penting masih ada hubungannya dengan Rhoma Irama. Yang terlintas dalam benak saya juga seperti itu. Dangdut, Soneta, dan, yang ini sebenarnya dipopulerkan bukan oleh bang Haji tapi oleh para penirunya, kata “Terlalu!”. Yang jelas tidak pernah terlintas nama si ratu ngebor, Inul Daratista (I'm so sorry Mbak..)
Itu baru pada satu detik pertama. Kalau saya membiarkan angan-angan saya melayang entah ke mana-mana selama lebih dari semenit maka banyak hal lain yang timbul dalam memori saya saat nama bang Haji disebut. Pacar, Piano, Setan, Siksa Kubur, Tukang Adu Domba, Keluarga Berencana, burung Garuda, Indonesia, Orang Buta, Pengemis, Pengamen, dan banyak lagi yang lainnya. Luar biasa kan? Satu nama bisa memiliki begitu banyak asosiasi. Dalam hal ini anda harus mengakui Bang Haji tidak tertandingi oleh musisi Indonesia lainnya, apalagi oleh musisi dangdut masa kini. (Sori mbak Dewi Perssik. Maaf, mas Syaiful Jamil)
Kalau anda bertanya kenapa bisa demikian. Jawaban saya sangat simple: karya Bang Haji membahas wilayah dan aspek kehidupan yang begitu luas. Lirik-lirik yang dia ciptakan bisa menggambarkan berbagai masalah kehidupan dengan kedalaman pemahaman yang tidak perlu diragukan. Dan, ini yang sangat penting, semua lirik-lirik itu begitu dikenal luas oleh masyarakat Indonesia dan melegenda. Untuk yang terakhir ini, keberuntungan mungkin memainkan peranan sangat penting. Akan tetapi untuk yang pertama, keberagaman tema serta kedalaman muatan lirik lagu, keberuntungan tidak berlaku. Dibutuhkan seorang berjiwa sekaligus seniman, budayawan, santri, motivator, dan musisi yang benar-benar ulung untuk bisa menghasilkan karya seperti itu. Maka, mendengarkan lagu-lagu bang Haji saya bisa senantiasa melihat sosok yang berbeda. Kadang menjadi santri, kadang budayawan, dan kadang motivator. Adapun jiwa seniman dan musisi bang Haji bisa selalu saya rasakan di tiap dendang lagunya.
Di dalam lagu Istri Solehah, misalnya, jiwa santri bang Haji sedang memegang kendali. Maka perenungan-perenungan religius begitu terasa di tiap liriknya. Saya jamin kalau anda mendengarkan lagu ini secara seksama anda akan sampai pada persetujuan bahwa istri yang akan membuat bahagia tidak harus berparas cantik. Begitupun suami tidak harus berwajah tampan. Yang paling penting adalah baik tidaknya hati. Tentu saja akan baik lagi kalau sudah hatinya baik, parasnya cantik atau tampak, pintar, kaya, dan keturunan orang terpandang. Pokoknya ideal (sekarang ada nggak ya yang seperti ini…?)
Contoh lain, dalam lagu Begadang tampak nyata bahwa bang Haji berjiwa budayawan. Dia bisa memotret fenomena yang terjadi di lingkungannya secara tepat. Dia bisa menggambarkan kebiasaan begadang dan efeknya pada kehidupan pribadi seseorang. Sebutan apalagi yang bisa diberikan pada orang yang bisa melakukan hal semacam itu kalau tidak budayawan.
Nah, oleh bang Haji dua lagu itu bisa dibuat dalam komposisi nada yang begitu enak didengar. Lagu istri sholeha yang terkesan menasehati bisa dengan mudah masuk ke sanubari lantaran musiknya (juga jangan lupa suara penyanyinya yang mendayu-dayu) begitu indahnya terdengar di telinga. Demikian juga begadang. Lagu yang sebenarnya bertema remeh temeh ini bisa menarik hati untuk menyimaknya karena kepiawaian bang haji dalam menyusun nada.
Tentu saja dua contoh belumlah cukup. Tapi biarlah akan saya biarkan anda mencari dan mendengarkan lagu bang haji yang lainnya untuk kemudian menganalisa kualitas apakah yang dominan pada diri bang Haji saat menciptakan lagu tersebut: Budayawan kah, Sastrawan kah, Sufi kah, atau kah-kah yang lainnya.
Akhir kata, dengan kualitas semacam itu apakah saya harus malu mengakui bahwa Bang Haji Rhoma Irama adalah salah satu tokoh idola saya?