03 Maret 2008

Kakak-kakak Saya Orang Bahagia

Saya selalu kagum dengan dua kakak saya. Bukan karena prestasi akademik ataupun karena keberhasilan ekonomi. Karena dua hal itu tidak mereka miliki. Secara akademik mereka tidak masuk kategori berprestasi karena pendidikan mereka memang terbatas. Dalam kehidupan ekonomi mereka juga biasa-biasa saja karena penghasilan yang mereka dapatkan sehari-hari tidak bisa dikatakan banyak.

Namun, di balik itu semua kakak-kakak saya memiliki sesuatu yang patut saya dan Anda cemburui. Jangan salah sangka. Yang saya cemburui bukan keberhasilannya mendapatkan istri cantik atau menjadi menantu orang kaya. Lagi-lagi, dalam dua hal inipun mereka biasa-biasa saja. Bahkan saya berani bilang bahwa istri saya lebih cantik dan mertua saya lebih kaya. Stop! Jangan berpikir saya matre. Saya tidak matre hanya bernasib baik He..he..he..

Kembali tentang kakak-kakak saya, dilihat dari sudut pandang manapun kakak-kakak saya adalah orang sederhana, bukan orang kaya bukan pula orang terpandang. Akan tetapi hidup mereka selalu bahagia. Tentu saja bagi Anda mungkin kata bahagia di sini memiliki banyak arti. Bagi saya, ukuran bahagia sederhana saja. Jika Anda bisa tidur nyenyak dan makan enak serta bisa tertawa saat orang lain melucu di depan Anda, maka bagi saya Anda termasuk orang yang bahagia.

Dan demikianlah kakak-kakak saya. Dengan kondisi hidup yang pas-pasan dan persoalan hidup yang saya yakin tidak kalah banyak dari pada persoalan hidup Anda dan saya, mereka setiap hari masih bisa tidur nyenyak meski dikerubuti nyamuk, makan enak dengan lauk seadanya, dan tertawa lepas saat menonton acara lawak. Sedangkan saya, seringkali susah memejamkan mata dan tak bisa tertawa saat lelucon di hadapan saya. Uh, kasian deh saya….

Karena ingin bisa merasakan kebahagiaan yang dirasakan oleh kakak-kakak saya, maka saya amati kehidupan mereka. Setelah sekian lama, akhirnya saya temukan juga kunci kebahagiaan itu. Yang membuat saya kaget adalah bahwa kunci kebahagiaan mereka adalah hal yang sangat sederhana tapi tidak saya miliki. Ia adalah rasa cinta pada pekerjaan. Tidak percaya? Terserah Anda. Tapi ijinkan saya menjelaskan kenapa rasa cinta pada pekerjaan bisa membuat kakak-kakak saya senantiasa hidup dalam suasana bahagia.

Begini, pekerjaan kakak saya yang pertama adalah pedagang kaki lima. Dia jualan nasi goreng dan saudara-saudaranya seperti mie goreng dan mie rebus. Sedangkan profesi kakak saya yang kedua adalah penjahat, eh sori penjahit. Dua profesi ini memiliki satu kesamaan yakni kerja dan penghasilan mereka tidak menentu. Kadang satu hari pekerjaan banyak dan hasilnya lumayan, tapi kadang di lain waktu pekerjaan sepi dan uang yang didapat tidak seberapa.

Tentu Anda bisa membayangkan bagaimana hidup kakak-kakak saya. Tapi, jangan dulu membayangkan. Karena bisa jadi yang Anda bayangkan keliru. Apakah Anda membayangkan apa yang mendorong mereka untuk berprofesi demikian, pedagang kaki lima dan penjahit? Ah, sayang sekali kalau Anda tidak membayangkannya. Karena inilah sebetulnya yang membuat saya berani mengatakan bahwa cinta pada pekerjaan lah yang membuat kakak-kakak saya bahagia. Tapi, baiklah. Saya jelaskan. Yang mendorong mereka untuk memilih profesi ini adalah rasa cinta mereka pada masak dan menjahit. Kakak tertua suka masak, dan kakak saya yang lainnya suka menjahit.

Karena didorong oleh rasa cinta itulah mereka menjalani pekerjaan dengan gembira. Bagi kakak tertua, jika ada orang pesan nasi goreng dia akan membuat pesanan itu dengan senang hati, dan jika pembeli sedang sepi dia senang karena bisa istirahat. Begitu juga bagi kakak kedua, jika ada orang datang menjahitkan baju dia akan mengerjakannya dengan sepenuh hati dan jika tidak ada yang harus dijahitnya ia bisa juga bisa istirahat. Maka, bagi kedua kakak saya ini saat bekerja dan saat tidak bekerja sama-sama menyenangkan. Jadi wajar jika hidup mereka sehari-hari selalu dipenuhi kegembiraan. Bukankah saat ini banyak orang yang tidak tenang hidupnya karena dikejar-kejar pekerjaan? Bagi orang-orang semacam ini (termasuk saya dan Anda) waktu bekerja adalah waktu yang penuh tekanan dan waktu berkumpul dengan keluarga belum tentu menjadi saat yang menyenangkan. Bagaimana bisa menyenangkan jika ketika berkumpul dengan keluarga pun kita masih harus mengingat-ingat beban pekerjaan yang belum kita selesaikan.

Nah, untuk satu hal ini, saya berniat mengikuti jejak kakak-kakak saya. Saya akan berusaha mencintai pekerjaan saya saat ini. Tapi, kalau tetap saja saya tidak bisa mencintainya maka saya akan mencari pekerjaan lain yang memang saya sukai. Bagaimana dengan Anda?

1 komentar:

  1. Salam kenal juga, mas Faiz.
    Semoga mendapatkan kebahagiaan juga dari pekerjaan yg dicintai. (Vera)

    BalasHapus

Informasi Pilihan Identitas:
Google/Blogger : Khusus yang punya Account Blogger.
Lainnya : Jika tidak punya account blogger namun punya alamat Blog atau Website.
Anonim : Jika tidak ingin mempublikasikan profile anda (tidak disarankan).