Tidak hanya ceritanya, faktor-lainnya juga memberi kontribusi film ini dalam menyihir penonton. Perpaduan musik latar, efek visual dan kelihaian aktor dan aktrisnya memainkan peran telah menjadikan film ini sebuah maha karya. Lihat saja, misalnya, saat William Wallace berbicara pada utusan Longshank yang juga sekaligus menantunya, Princess Isabelle. Betapa dalam adegan ini Mel Gibson mampu menunjukkan emosi yang ditahannya sekaligus mengesankan betapa ia menghormati wanita. Bukan hanya kemampuan acting Mel Gibson saja yang patut diacungi jempol. Peran lawan mainnya dalam adegan ini juga layak mendapat pujian. Bagaimanapun tidaklah mudah memerankan seorang wanita yang dalam hati memuja orang yang ada di hadapannya (diceritakan Princess Isabelle mengagumi William Wallace setelah mendengar bahwa pemicu awal pemberontakannya adalah kematian istrinya, Murron, di tangan seorang komandan Inggris) akan tetapi di pihak lain ia sendiri merupakan utusan dari musuh orang tersebut. Emosi yang dibawa dalam adegan ini begitu kompleks hingga saya yakin tidak sembarang aktor atau aktris bisa melakukannya.
Dan salah satu kekaguman saya pada film ini adalah kemampuannya memvisualisasikan apa yang disebut dengan “kematian indah” dan “mati merana”. Selama ini saya sering bertanya mengenai perbedaan rasanya mati antara orang yang hidupnya dipenuhi kejahatan dan mereka yang hidup lurus dan memperjuangkan kebenaran. Nah, film ini berhasil menggambarkannya. Kematian yang indah dirasakan oleh William Walace di akhir hidupnya. Meski meregang nyawa di penyiksaan dengan cara dipenggal, toh William Wallace bisa merasakan mati dengan tenang dan bahkan mati dengan menyenangkan. Betapa tidak? Saat tubuh disayat-sayat oleh algojo, yang ada di matanya hanyalah senyum sang istri yang telah lama mati yang amat dirindukannya. Maka ketika kepala dipenggal, senyuman terlihat tersungging di bibir William Wallace. Dan itulah menurut saya yang disebut dengan kematian yang indah, mati syahid ala Hollywood.
Sebaliknya, “kematian merana” dirasakan oleh Longshank, raja Inggris yang menjajah Skotlandia dengan kejam dan yang diperangi William Wallace. Tidak seperti William Wallace, Longshank memang mati di atas peraduannya yang empuk dan indah. Akan tetapi, sebelum ajal menjemputnya ia terkena stroke sehingga membuatnya tidak bisa berbuat apa-apa. Ia bahkan tidak bisa berkata-kata. Dan di sinilah letak gambaran betapa menyakitkannya kematian yang harus ia rasakan. Dalam keadaan tidak bisa berbuat apa-apa itu, menantunya, Princess Isabelle, yang karena satu dan lain hal akan menjadi penerus kekuasaanya membisikinya kata-kata yang teramat sangat menyakitkan, yaitu bahwa dia mencintai William Wallace dan akan menganggapnya sebagai pahlawan kelak saat ia berkuasa. Coba anda bayangkan betapa terpukulnya perasaan Longshank mengetahui bahwa menantuanya amat mencintai musuh besarnya dan akan menganggap musuh besarnya itu sebagai pahlawan. Dan yang lebih menyakitkan lagi adalah bahwa sang menantu akan melanjutkan kekuasaannya. Dan yang lebih menyakitkan lagi ia tidak bsia berbuat apa-apa. Yach, kira-kira sakitnya seperti jika anda punya teman yang anda ajari menulis dan kemudian si teman itu selalu menulis di
Begitulah, film ini memang patut saya acungi empat jempol sekaligus. Tapi, tentunya saya tidak bisa menggambarkan semua keindahan film tersebut dalam tulisan ini. Yang baru saya gambarkan di atas barus seperseribu persennya. Untuk itulah sebaiknya anda menontonnya sendiri. Pinjamlah VCD di penyewaan (ingat jangan beli bajakan) dan nikmatilah film ini bersama orang-orang yang anda sayangi. Saya yakin jika anda menontonnya bersama orang yang anda sayangi maka di akhir film hubungan anda akan semakin mesra sebab film ini juga mengajarkan betapa berartinya orang yang kita sayangi bagi hidup kita. Selamat menikmati.
Lho, lho, lho! Terus hikmahnya apa? Ah, coba anda tebak sendiri…. :D
Saya udah berkali2 nonton braveheart, mas.... Tapi biar udah berkali2 nonton, tetep aja saya suka merinding waktu mel gibson pidato di atas kuda mau mimpin perang, dan waktu dia teriak 'freedooommmmmmm....!!' sebelum meninggal
BalasHapusmemang mbak, pidato om William Wallace waktu mau perang itu bikin bulu kuduk berdiri. dan iya, saat dia meneriakkan kemerdekaan di akhir hayatnya sungguh membuat hati kita, kalo kata penerjemahnya Harry Potter, "mencelos". nah, ketika ia mau disiksa itu ada adegan yang membuat kita mengulum senyum ikut merasakan bahagia. bahkan saya pun ikut berdiri dari tempat duduk saking terpengaruh sama adegan itu. itu lho waktu om William Wallace liat di antara penonton ada seorang anak kecil yang tersenyum manis. Wah...luar biasa! ada desiran perasaan bahagia meski kita tahu sebentar lagi sang pahlawan akan meregang nyawa. hebat ya orang Hollywood membuat film. :D
BalasHapushebat mana pidato william wallace bila dibandingin sukarno dan bung tomo?
BalasHapussukarno
http://www.youtube.com/watch?v=4manHf7iAhg&feature=related
bung tomo
http://www.youtube.com/watch?v=3WCX-ItnjG4&feature=related