Kok bisa demikian? Bagaimana bisa saya belajar banyak dari orang lain sementara dalam hati saya tidak merasa percaya diri?
Well, yang saya lakukan untuk bisa demikian sangatlah sederhana. Saya tidak menggunakan trik langka yang hanya ditulis di dalam buku-buku tebal karya cendikiawan barat dengan harga selangit. Saya hanya menuruti kata-kata salah satu tentangga saya. Apa gerangan kata-kata tetangga saya sehingga bisa membuat saya menempatkan diri pada posisi yang demikian menguntungkan meski sebetulnya perasaan saya sedemikian tersudutkan?
Tidak banyak. Bukan kata-kata mutiara. Ia hanya menyatakan dengan lugunya bahwa kadang kelemahan kita adalah kelebihan kita yang tidak bisa diungguli oleh siapapun. Nah, bermodalkan nasehat itu saya kemudian menerjemahkannya dalam tindakan. Mungkin saja interpretasi saya atas nasehat itu terlalu literal bagi sebagian orang. Akan tetapi, saya benar-benar merasakan manfaatnya. Saya menerjemahkan nasehat itu demikian: kalau kita merasa lemah di hadapan seseorang, maka jangan coba-coba menyembunyikan kelemahan kita dengan mengatakan hal-hal di luar jangkauan kita hanya dengan maksud menunjukkan bahwa kita memiliki kelebihan. Sebaliknya, yang harus kita lakukan hanyalah menunjukkan dengan tulus kelemahan kita kepada orang yang kita ajak bicara. Selain itu, perlihatkan juga pada lawan bicara kita bahwa ia memiliki kualitas unggul (dari pada kita) sehingga amat wajar kalau kita mencuri pengetahuan dari dia. Intinya, tempatkan diri kita di bawah lawan bicara kita, maka otomatis ilmu dari orang tersebut akan mengalir kepada kita dengan lancar. Bukankah air hanya akan mengalir ke tempat yang lebih rendah?
Nah, strategi yang demikian itu yang saya sebut berlindung di balik kelemahan diri sendiri. Saya menyebutnya demikian karena dengan jujur akan perasaan kita mengenai kelebihan yang dimiliki lawan bicara kita dan atas kelemahan kita sendiri justru akan melindungi kita dari perasaan malu yang mungkin saja kita rasakan jika kita berusaha menutupi kelemahan kita tersebut dengan retorika muluk-muluk tapi penuh omong kosong. Maka, bagi saya jujur mengenai perasaan kita, meskipun kejujuran itu juga bukan berarti menunjukkan yang sebenarnya, adalah jauh lebih baik dari pada menutupi perasaan kita dengan kebohongan-kebohongan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Informasi Pilihan Identitas:
Google/Blogger : Khusus yang punya Account Blogger.
Lainnya : Jika tidak punya account blogger namun punya alamat Blog atau Website.
Anonim : Jika tidak ingin mempublikasikan profile anda (tidak disarankan).