08 Maret 2008

Andrea Hirata, Rhoma Irama, dan Saya

(Dari kiri ke kanan): Andrea Hirata, Rhoma Irama, dan Saya

Baru-baru ini saya mengkhatamkan tiga buku dari tetralogi Laskar Pelangi karya Andrea Hirata. Bagi anda yang merasa penggemar novel Laskar Pelangi saya yakin anda tahu judul ketiga buku ini. Ya. Betul! Judulnya adalah Laskar Pelangi, Sang Pemimpi, dan Edensor. Tepuk tangan buat anda semua. Wah, anda memang benar-benar penggemar Laskar Pelangi.

Nah, karena anda tahu judul ketiga buku yang sudah saya baca tentu anda juga tahu judul buku terakhir dari tetralogi ini yang belum saya miliki. Benar. Sekali lagi anda bisa menjawab dengan benar. Buku terakhir ini berjudul Maryamah Karpov. Menurut informasi yang saya dapat dari teliksandi saya di berbagai toko buku, novel terakhir ini akan terbit dan dilempar ke pasar bulan April mendatang.

Jadi, para fans Andrea Hirata, Anda harus bersiap-siap berebut untuk mendapatkan buku ini. Kalau perlu anda boleh kok menunggu di depan toko buku satu hari sebelum buku ini resmi dijual di toko buku. Atau, kalau anda masih khawatir tidak akan kebagian, anda boleh juga mendirikan tenda di depan toko buku-toko buku dua atau tiga hari sebelumnya. Bahkan, satu minggu sebelumnya juga nggak papa. Tapi kalau saya, saya tidak akan melakukan itu. meskipun saya termasuk penggemar mas Andrea (sok akrab…), saya tidak akan melakukan tindakan ‘gila’ semacam itu.

Kembali ke fokus hikmah kali ini, setelah membaca ketiga buku mas Andrea ini saya menemukan satu kesamaan antara dia dengan saya. Kalau anda menebak bahwa kesamaan saya dengan mas Andrea adalah sama-sama lulusan Sorbone University maka anda salah besar. Jika anda mengira bahwa saya dan mas Andrea sama-sama peraih beasiswa Uni Eropa anda juga masih salah besar.

He… he…he.., baiklah, sebenarnya kesamaan saya dengan mas Andrea adalah kami sama-sama penggemar Bang Haji Rhoma Irama. Anda ingat kan bahwa di ketiga buku tersebut nama Bang Haji selalu disebut-sebut. Di novel Laskar Pelangi, saat mas Andrea menggambarkan keadaan sekolahnya, anda tentu masih ingat, siapa artis dangdut yang disebut? Rhoma Irama di dalam poster Hujan Duit. Terus, di novel Sang Pemimpi juga tidak lupa disebut nama Bang Haji. Anda tentu tidak lupa bahwa di kamarnya Ikal memajang poster Bang Haji Rhoma Irama sementara Arai menggantungkan gambar Jim Morrison dan Jimbron menempelkan gambar-gambar kuda. Sedangkan di novel Edensor mas Andrea lagi-lagi menyebut nama Bang Haji. Dan menurut saya kali dia beanr-benar keterlaluan. Ah, bukan keterlaluan. Maksud saya kali ini dia benar-benar menunjukkan kekaguman pada si raja dangdut ini. Betapa tidak? Di novel ini ia menyebut nama Bang Haji dengan tidak main-main. Ya, dia membandingkan Bang Haji dengan ekonom klasik Adam Smith. Gilaaaa…..

Maka, membaca ketiga novel itu saya senyum-senyum sendiri. Bukan hanya karena saya bangga memiliki kesamaan dengan mas Andrea sebagai penggemar Rhoma Irama. Lebih dari itu, saya merasa geli dengan sikap orang-orang yang baru pulang dari luar negeri. Kebanyakan mereka sudah lupa dengan kebudayaan sendiri. Gaya hidup mereka berubah drastis. Tidak jarang, sekembali dari luar negeri mereka memandang sebelah mata tradisi ibu pertiwi, termasuk musiknya. Maka, karawitan, wayang, atau ketoprak tidak lagi mereka apresiasi. Padahal, pada saat bersamaan orang-orang bule sedang gencar-gencarnya mempelajari semua itu dan dengan bangga membawa semua itu ke negeri mereka sendiri-sendiri.

Untuk itu, saya sampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Andrea Hirata. Bagi saya, menyebut nama Rhoma Irama di dalam novel anda dan menganggapnya idola merupakan bukti nyata bahwa Anda bukan kacang yang lupa akan kulitnya.

1 komentar:

  1. hmmm... coooooooolll, berarti andrea ke pemimpi-pemimpian dong, halah

    BalasHapus

Informasi Pilihan Identitas:
Google/Blogger : Khusus yang punya Account Blogger.
Lainnya : Jika tidak punya account blogger namun punya alamat Blog atau Website.
Anonim : Jika tidak ingin mempublikasikan profile anda (tidak disarankan).