Anda sedang berkendaraan menuju rumah seorang teman yang sudah lama tidak berjumpa. Dengan penuh semangat Anda mengendarai mobil Anda yang masih tergolong baru. Di tengah perjalanan, tiba-tiba beberapa orang menghentikan mobil dan meminta Anda untuk untuk turun dari mobil. Anda pun menuruti permintaan mereka. Setelah Anda turun dari mobil, salah satu dari orang-orang itu mengatakan bahwa sebentar lagi Anda akan melintasi sebuah jembatan. Dengan nada sangat serius orang itu meminta Anda untuk mencari jalan lain. Dia mengatakan bahwa jembatan itu sudah tua dan tidak kuat lagi menahan beban seberat mobil Anda. Katanya jembatan itu hanya bisa dilewati dengan berjalan kaki saja. Dengan berjalan kaki pun jembatan itu masih terasa bergetar. Sehingga kalau mobil Anda melintas di atas jembatan itu, maka jembatan itu pasti akan runtuh.
Mendengar penjelasan orang itu ada menjadi penasaran. Bukannya berbalik dan mencari jalur lain, Anda malah memacu kendaran Anda tetap pada jalur semula. Benar saja, tidak lama setelah itu Anda melihat sebuah jembatan di depan Anda. Dilihat dari keadaannya jembatan itu memenag tampak sudah tua dan rapuh. Anda juga tidak melihat satu kendaraan pun yang sedang melintasi jembatan itu. Yang Anda lihat sedang menggunakan jembatan itu hanyalah satu orang. Orang itu berjalan di atas jembatan sambil berpegangan pada pagar. Melihat itu, Anda menjadi teringat pada penjelasan orang-orang yang tadi menghentikan Anda. Anda menjadi takut untuk melintasi jembatan itu. Anda kehilangan keberanian karena membayangkan Anda dan kendaraan Anda akan terjatuh ke sungai bersama runtuhnya jembatan.
Maka Anda pun berniat berbalik dan hendak meninggalkan tempat itu untuk mencari jalur lain. Pada saat Anda hendak menyalakan mesin, tiba-tiba dari arah yang berlawanan terlihat sebuah truk besar yang akan melintasi jembatan. Karena mencemaskan nasib orang-orang di dalam truk itu, Anda bergegas keluar dari mobil dan bermaksud memperingatkan sopir truk itu, namun, belum juga Anda berteriak, truk itu sudah berada di atas jembatan. Karena ketakutan Anda memejamkan mata dan membayangkan akan mendengar suara keras runtuhnya jembatan itu bersama dengan truk tersebut. Namun, setelah beberapa saat suara yang Anda bayangkan itu tidak juga terdengar. Sebaliknya, perlahan-lahan suara mesin truk itu melintasi Anda.
Melihat kenyataan bahwa jembatan itu masih baik-baik saja setelah dilewati truk, ketakutan Anda untuk melintasi jembatan itu sirna. Anda pun menjadi tersadar bahwa orang-orang tadi hanya bermaksud menakut-nakuti Anda. Maka tanpa ada rasa takut sedikit pun Anda mulai menjalankan kendaraan Anda dan melintasi jembatan itu. Satu jam kemudian, Anda telah berada di rumah teman Anda dengan selamat.
Kenapa Anda menjadi takut untuk melintasi jembatan itu setelah ada orang yang memberi tahu bahwa jembatan itu rapuh? Padahal, ketika truk melintasinya pun jembatan itu masih berdiri tegak. Seperti pada ilustrasi pertama, perasaan takut itu muncul karena Anda memikirkan hal-hal mengerikan yang kenyataannya tidak Anda alami. Terbukti ketika Anda yakin bahwa hal-hal mengerikan itu tidak akan terjadi Anda berani melintasi jembatan itu.
Dari dua ilustrasi di atas, bisa ditarik suatu kesimpulan bahwa pikiran sangat mempengaruhi perasaan. Pikiran positif akan membangkitkan perasaan-perasaan yang positif juga, seperti bahagia, berani, percaya diri, dll. Sebaliknya pikiran negatif juga akan melahirkan perasaan-perasaan yang negatif pula, seperti perasaan takut, sedih, minder, dll. Sehingga apabila Anda ngin menjadi orang yang memiliki perasaan positif maka selalu lah berpikir positif. Namun, jika saat ini Anda masih memendam perasaan negatif, maka ubahlah perasaan itu menjadi positif dengan cara berpikir positif. SELAMAT MENCOBA (The end)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Informasi Pilihan Identitas:
Google/Blogger : Khusus yang punya Account Blogger.
Lainnya : Jika tidak punya account blogger namun punya alamat Blog atau Website.
Anonim : Jika tidak ingin mempublikasikan profile anda (tidak disarankan).